Senin, 25 April 2011

Teknik Penanganan Ikan Diatas Kapal

Media Pembelajaran Pengolahan Hasil Perikanan: Teknik Penanganan Ikan Diatas Kapal: "PENDAHULUAN 1. Latar belakang Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ” segar ” adalah saat dipanen di..."

Pencegahan Kontaminasi Pengolahan Pangan

Media Pembelajaran Pengolahan Hasil Perikanan: Pencegahan Kontaminasi Pengolahan Pangan: "Pencegahan Terjadinya Kontaminasi Faktor-faktor penyebab kontaminasi pada industri pengolahan hasil perikanan Predikat mutu yang diberikan..."

Pencegahan Kontaminasi Pengolahan Pangan

Pencegahan Terjadinya Kontaminasi
Faktor-faktor penyebab kontaminasi pada industri pengolahan hasil perikanan

Predikat mutu yang diberikan pada hasil olah perikanan sangat
ditentukan oleh baik atau tidaknya hasil olah tersebut yang dapat
dinyatakan dengan indera ataupun non indera. Tidak jarang terjadi
hasil olah tersebut dijauhi oleh konsumen karena dapat menyebabkan
timbulnya penyakit. Ketidakbaikan ini dapat berasal dari bahan-bahan
yang digunakan atau teknik pengolahan yang salah serta kondisi
yang tidak menerapkan prinsip sanitasi dan hygiene.

Bahaya yang timbul pada hasil olah ini dapat disebabkan adanya
cemaran kotoran dan serangga serta terikutnya bahan olah yang
diperlakukan dengan sanitasi tidak baik. Oleh karenaitu harus dicegah
karena dikhawtirkan akan terikutnya kuman-kuman penyakit
bersamanya yang kemudian dapat membahayakan kesehatan
konsumen dengan mencegah dan meniadakan sumber-sumber
cemaran (kontaminan).

Cemaran (kontaminan) adalah benda / bahan asing yang tidak
dikehendaki yang terdapat di dalam hasil olah .

Jenis-jenis cemaran (kontaminan) adalah :
a. Cemaran berupa tanah
Cemaran berupa tanah, pasir, kerikil, debu sangat mengganggu
sifat inderawi selama dikunyah (ngeres) dan dapat mempengaruhi
warna hasil olah yaitu akan nampak tidak cerah, serta dapat
merendahkan nilai estetika hasil olah. Selain itu tanah merupakan
tempat hidup berbagai jenis mikrobia sehingga bila tanah
mengotori hasil olah, terikut pula mikrobia perusak dan patogen
yang membahayakan kesehatan.

Cemaran berupa tanah ini dapat terikut pada hasil olah perikanan saat :
1. Penangkapan ikan
Peralatan dan wadah yang digunakan untuk menangkap bisa
tidak bersih dan terdapat kotoran akan mencemari. Ikan yang
banyak terikut kotoran harus dicuci dalam air bersih.

2. Penanganan ikan
Penanganan ikan dilakukan di laut dan di darat. Pada
penanganan ikan di laut semua peralatan harus bersih, bebas
dari kotoran juga kondisi es yang digunakan untuk
pendinginan harus bebas dari cemaran. Penanganan ikan di
darat lebih banyak menimbulkan cemaran yaitu pada saat
pembongkaran dari kapal praktik pelelangan, perlakuan
pendahuluan sebelum pengangkutan. Cara pengangkutan ke
tempat pengolahan. Hal ini dapat terjadi apabila kebersihan
tempat, sarana, peralatan dan tehniknya tidak memperhatikan
aspek sanitasi dan hygiene.

3. Penyimpanan dan pengolahan ikan
Cemaran tanah dapat juga terikut selama penyimpanan dan
pengolahan ikan karena kondisi bangunan, peralatan,
lingkungan produksi yang kotor dan berdebu.

4. Pekerja
Pekerja melalui berbagai mekanisme dapat merupakan
sumber cemaran tanah dari tangan, kaki serta anggota badan
lain yang terkena tanah dan juga perlegkapan yang dipakai
seperti sepatu, pakaian , sarung tangan, tutp kepala yang
dikotori tanah atau debu yang dapat jatuh pada bahan olah.
b. Cemaran bahan sisa pemungutan hasil
Pada waktu penenganan dan pengolahan diperoleh bahan sisa
yang tidak terpakai seperti isi perut, insang, lendir, sisik dan darah
dapat sebagai sumber cemaran. Cemaran demikian kecuali
dipandang menjijikan dan terkandung didalamnya mikrobia yang
membahayakan kesehatan sehingga dipisahkan dan dibuang pada
suatu tempat kemudian ikan dicuci bersih.
c. Cemaran berwujud benda-benda asing
Cemaran berupa benda-benda asing sering terjadi bila
pengolahan bahan tidak dilakukan dengan cermat dan hati-hati.
Benda-benda kecil yang berasal atau terbawa pekerja jatuh
langsung pada bahan yang diolah atau tersangkut pada alat
pengolahan kemudian terikut pada bahan. Demikian juga bagian
wadah atau alat yang terlepas dan terikut pada bahan yang diolah
menimbulkan kesan akan cara pengolahan yang ceroboh. Bahan
olah tersisa yang tersangkut pada wadah dan peralatan yang sulit
di bersihkan juga dapat menjadi sumber cemaran.
d. Cemaran serangga dan cemaran biologik lain
Cemaran serangga ini memberikan kesan penggunaan bahan
baku yang tidak baik, dalam pengolahan diperlakukan kurang
cermat, hasil antara dan hasil olah yang tidak dilndungi, sehingga
memberi peluang timbulnya bakteri patogen. Serangga dan
cemaran biologik lain seperti tikus dapat timbul karena lingkungan
disekitar pabrik yang kotor. Sistem pembuangan limbah pabrik
yang kurang baik serta disain gedung. Cara meletakkan peralatan
yang menyulitkan pembersihan.
e. Cemaran bahan kimia
Cemaran berupa bahan kimia secara inderawi tidak dapat
diketahui tetapi sangat membahyakan kesehatan bila mencemari
hasil olah. Cemaran kimiawi ini dapat berupa terjadinya
kontaminasi oleh insektisida, pestisida, herbisida dan lain-lain dari
lingkungan perairan akibatkegiatan sektor pertanian. Cemaran
kimiawi lain yang berpotensi membahayakan kesehatan berupa
logam berat seperti air raksa (Hg), timah hitam / timbal (Pb),
tembaga ( Cu), Arsen (As), timah (Sn), Seng (Sn). Angka batas
cemaran logam untuk ikan dan hasil olah ikan yaitu :
1. As : 2 mg/kg 4. Zn : 40 mg/kg
2. Pb : 4 mg/kg 5. Sn : 250 mg/kg
3. Cu : 20 mg/kg 6. Hg : 0,5 mg/kg
cemaran logam berat pada hasil olah dapat pula bersumber pada
wadah dan peralatan yang terbuat dari logam dengan konstruksi
serta kondisi yang sudah tidak baik sehingga dapat terjadi pelepasan logam secara mekanis atau pelepasan secara fisko
kimiawi (korosif).
f. Cemaran mikrobiologik
Cemaran berupa mikrobia pada hasil olah dapat mengakibatkan
menurunnya mutu bahan. Rusaknya bahan dan lebih-lebih lagi
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan manusia. Selama
penyimpanan dan peredaran hasil olah. Cemaran mikroba ini
bertambah jumlah dan kegiatannya terjadi peruraian dan
pembentukan zat-zat yang berbau tidak sedap atau zat yang
bersifat racun, serta menyebabkan penyakit.

Sumber cemaran mikrobiologik dapat terdapat pada
1. Tanah dan air
2. Ikan sebagai bahan biologik yang ketahanannya menurun
setelah diambil dari habitatnya sehingga disukai sebagai
tempat berkembang biak mikrobia.
3. Udara di dalam ruang pengolahan dapat banyak mengandung
spora bakteri yang dapat mencemari hasil olah.
4. Konstruksi peralatan yang menyulitkan pembersihan sehingga
terjadi akumulasi kotoran dan tempat berkembangbiaknya
mikrobia.
5. Disain bangunan yang menyulitkan pembersihan.
6. Kesehatan dan kebersihan serta kebiasaan pekerja yang
buruk.
Pertumbuhan mikrobia erat kaitannya dengan suhu, sehingga
dengan perlakuan suhu dan sanitasi pangan pertumbuhan
mikrobia dalam hasil olah dapat terkontrol. Pada suhu tinggi dan
suhu rendah pertumbuhan mikrobia mengalami penurunan,
sedangkan pada suhu sedang (15,6 °C sampai 48,9°C)
pertumbuhan mikrobia berlangsung cepat. Sehingga penanganan
produk hasil perikanan dapat dilakukan dengan perlakuan suhu
rendah (pendinginan dan pembekuan) serta perlakuan suhu tinggi
dengan pemanasan.

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada hasil olah perikanan
maka harus dilakukan pengawasan meliputi :
a. Pengawasan terhadap ikan sebagai bahan baku
Ikan yang digunakan sebagai bahan baku harus segar, bersih dan
bebas dari kotoran atau racun. Penyimpanan ikan pada suhu rendah
dapat menurunkan pertumbuhan mikroorganisme sehingga
mencegah kerusakan ikan. Ruang penyimpanan dan peralatanya
dalam kondisi bersih.
b. Pengawasan terhadap air buangan. air, udara dan tanah
Sistem pembuangan air limbah tidak boleh mengkontaminasi tanah
dan suplai air sehingga sistem pipa dan saluran juga harus baik.
Fasilitas kamar kecil harus cukup dan persediaan air harus baik. Air
yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum yaitu tidak
berwarna, tidak berbau, tidak keruh, bebas dari mikrobia dan
senyawa kimia berbahaya.
Kontaminasi mikrobia dari udara dapat dicegah dengan sistem
ventilasi yang baik seperti window exhaust fan, hood exhaust fan
system dan blower sehingga mereduksi kondensasi. Mengurangi
menempelnya debu pada lantai, dinding, langit-langit, mengatur suhu
dan kelembaban, menghilangkan bau dan gasa beracun dari udara.
Tanah yang terbawa oleh sepatu, pakaian kerja, bahan baku,
peralatan harus dicegah. Pekerja harus menganti dengan pakaian dan
perlengkapan pekerja serta dilakukan pembersihan terhadap bahan
baku dan peralatan.
c. Pengawasan terhadap serangga dan cemaran biologik lain
Untuk mengontrolnya dilakukan kegiatan sanitasi berupa :
- Pemberian kawat kasa pada tempat masuknya hewan tersebut
dan daerah ini bersih dari kotoran.
- Wadah dan kotak kayu / karton yang kosong harus dibuang
- Sampah dan kotoran disimpan dalam wadah yang kuat dan tidak
menyerap bau, tidak berkarat, mudah dibersihkan. Tempat
sampah harus tertutup rapat dan sering dibersihkan dengan sikat
atau air panas atau uap panas ( 82 derajat Celcius)
- Penganganan limbah mengikuti peraturan yang benar
- Fasilitas toilet harus bersih
- Lantai dan peralatan harus bersih dengan pemeriksaan secara
teratur dan cara pembersihan yang efisien.
d. Pengawasan terhadap pekerja
Cara untuk mengawasi hygiene pekerja dapat dilakukan dengan
memeriksakan kesehatan secara periodik. Menjaga kebersihan
pekerja dan memberikan pendidikan mengenai hygiene personalia.
Mengurangi kebiasaan buruk pekerja, menyediakan pakaian dan
perlengkapan kerja. Larangan merokok dan menyediakan fasilitas cuci
tangan dan toilet serta kamar ganti yang cukup.
e. Pengawasan terhadap cemaran mikrobiologi
Cara untuk mengontrol pencemaran oleh mikrobia dalam industri
perikanan dengan perlakuan suhu. Pengunaan desinfektan dan bahan
sanitasi.
f. Pengawasan terhadap peralatan
Peralatan yang digunakan terutama yang kontak langsung dengan
bahan selalu dalam keadaan bersih dan disanitasi untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme pada permukaan peralatan dan mencegah
kontaminasi oleh benda asaing dengan konstruksi alat yang
memudahkan pembersihan.

Sabtu, 23 April 2011

Teknik Penanganan Ikan Diatas Kapal


PENDAHULUAN 
1.  Latar belakang
Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar” adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap d ikonsumsi.
Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi penyebab kerusakan tersebut.
Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik. Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan saat ini.
Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik, diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh karena itu sarana tersebut merupakan syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap ikan dan di tempat penanganan ikan segar lainnya seperti di dermaga pembongkaran, tempat pelelangan ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
2.  Tujuan
Buku ini adalah sebuah dokumentasi sekaligus media informasi mengenai dasar-dasar cara praktis menangani ikan dengan es setelah ditangkap di atas kapal penangkap ikan dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan.
Diharapkan isi buku ini dapat digunakan sebagai salah satu buku panduan bagi para nelayan, petani ikan, pengelola PPI, pedagang ikan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dan dipraktekkan dalam menangani ikan segar agar dapat dicapai hasil produksi perikanan dengan mutu yang prima sehingga harganya menjadi mahal dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan produsen.
Isi buku ini juga dirasa perlu untuk selalu diperbaiki atau diberi masukan oleh para praktisi agar menjadi lebih sempurna sebagai buku panduan seperti yang diharapkan.

B. FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN IKAN
Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari keadaan ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan. Dengan mengetahui mekanisme penyebab terjadinya kerusakan dapat diupayakan langkah-langkah pencegahan untuk menghambat proses penurunan mutu ikan.
1. Komposisi fisik dan kimiawi ikan 1.1.Komposisi fisik dan kimiawi ikan
Dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari bagian-bagian tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan bentuk tubuhnya, dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan dapat dikelompokkan sebagai berikut (Zaitsev, et al., 1969) : (1) seperti bentuk torpedo atau cerurtu contoh ikan tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), layang (Decapterus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), lemuru (Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak, Contoh : ikan julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur (Trichiurus spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh lebih panjang dari potongan horisontalnya, contoh ikan kakap (Lates calacarifer), kerapu (Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih mendatar melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari potongan horisontalnya, contoh ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah (Cynoglossus spp., Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk ular, contoh : ikan malung (Muraenesox cinereus), belut laut dsb.
Tabel 1. Komposisi fisik beberapa jenis-bentuk ikan (Zaitsev et al., 1969)
Bentuk – Jenis ikan
Proporsi dari berat utuh ikan (%)

Kepala
Daging
Kulit
Tulang
Sirip
Sisik
Insang


*)




& isi
perut
Bentuk Torpedo         : Tuna
18.00
60.00
4.00
8.00
2.00
-
8.00
Bentuk panah              : Pike
19.00
53.00
3.50
7.50
3.00
2.50
9.50
Bentuk pipih vertikal : kakap
14.00
49.00
3.50
11.00
3.50
4.50
13.00
Bentuk pipih horisontal : halibut
17.00
59.00
4.00
10.00
2.00
-
7.00
Pasific flounder
13.00
51.00
5.00
12.50
4.50
-
12.50
*) = bagian yang lazim dapat dimakan (edible portion)
Daging atau otot ikan karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh ikan yang lazim menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64- 81% air. Komposisi inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau

mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan segar adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.
Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula sederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi. Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa ketegangan otot daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak dapat dilipat yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan dalam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.
Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba adalah lendir di permukaan kulit, insang dan isi perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan sampai pecah selama penanganannya agar enzim­enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.
1.2. Mekanisme perubahan fisik ikan setelah kematiannya
Perubahan fisik ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air atau tercekik adalah :
- Saat proses kematian akan keluar lendir dipermukaan tubuh ikan dengan jumlah yang berlebihan dan ikan akan mengelepar mengenai benda disekelilingnya. Apabila benda yang terkena benturan ikan cukup keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka.
- Selanjutnya setelah ikan mati secara perlahan-lahan akan mengalami kekakuan tubuh (rigormortis) yang diawali dari ujung ekor menjalar kearah bagian kepalanya. Lama kekakuan ini tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya.
- Setelah proses rigormortis selesai, kerusakan ikan akan mulai terlihat berupa perubahan-perubahan : berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, untuk ikan bersisik menjadi lebih mudah lepas sisiknya dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, bau berubah dari segar menjadi asam.
- Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sampai yang terakhir ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi manusia atau busuk.
Menilai kesegaran ikan yang paling mudah adalah menggunakan metode indrawi atau organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya, seperti warna/rupa, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma. Berikut ini ciri-ciri indrawi ikan segar dan penyimpangan dari ciri tersebut menunjukkan telah terjadinya penurunan atau perubahan mutunya. Ciri-ciri indrawi ikan segar :
·         Rupa dan warna: mata masih jernih, warna merah insang, kecemerlangan
·         kulit/sisik dan warna putih-merah dagingnya spesifik jenis ikan dalam keadaan segar dan bersih.
·         Bau segar spesifik jenis dan mempunyai bau rumput laut segar
·         Daging elastis (kenyal), padat dan kompak, apabila dicicip berasa netral dan sedikit manis.
1.3. Prinsip mencegah kerusakan
Prinsip mencegah atau menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan kimiawi ikan adalah :
·         Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau dipanen, karena proses enzimatis dan aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat dihambat pada suhu mendekati 0°C (3 s/d 5°C). Suhu rendah ikan ini harus dipertahanlan selama pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan distribusinya
·         Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air dengan cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya tepat dibagian otak khsus untuk ikan berukuran besar seperti tuna, layaran dsb yang ditangkap dengan pancing (rawe atau long-line)
·         Khusus untuk ikan berukuran besar diikuti dengan pembuangan darah ikan (bleeding), karena darah merupakan media penyebaran mikroba pembusuk dari insang ke daging ikan melalui pembuluh darah ikan
·         Menyiangi dengan membuang insang dan isi perut ikan sebagai pusat konsentrasi mikroba alami
·         Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan membersihkan lendir dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa darah selama proses penyiangan.
2. Kontaminasi
Kontaminasi adalah penularan kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab
penyakit) dan bahan kimia berbahaya ke tubuh ikan yang berasal dari lingkungan
disekelilingnya saat masih hidup, saat ditangani diatas kapal dan didarat, sehingga ikan yang tertular menjadi tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi meskipun kondisinya segar.
Prinsip untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara lain :
·         Menangkap / memelihara ikan di perairan yang tidak tercemar oleh kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab penyakit) dan bahan kimia berbahaya
·         Menggunakan air bersih dengan standar air bahan baku untuk diminum untuk mencuci dan mengemas ikan, mencuci peralatan dan bangunan di tempat-tempat melakukan penanganan ikan
·         Menggunakan es yang dibuat dari air bersih, disimpan, diangkut dan dihancurkan dengan peralatan yang bersih
·         Menggunakan bahan pengemas, peralatan dan bangunan yang bersih, dimana permukaannya yang bersentuhan langsung dengan ikan harus cukup halus dan bersih, serta mudah dibersihkan
·         Melindungi ikan dengan menempatkannya dalam wadah yang terlindung dari serangga, binatang pengerat
·         Memisahkan wadah ikan yang berbeda jenis dan mutunya
·         Menyiapkan wadah-wadah untuk penampung limbah cair atau padat sesuai dengan rencana pengelolaannya. Wadah-wadah yang digunakan untuk menampung limbah padat dan saluran-saluran penampung limbah cair harus dalam keadaan tertutup agar tidak dihinggapi serangga pencemar (lalat, kecoa dsb.)
·         Mencuci semua peralatan dan bangunan (permukaan lantai, dinding, wastafel) tempat menangani ikan setiap kali pekerjaan penanganan ikan akan dimulai dan setelah diakhiri.
3. Tekanan dan benturan fisik
Tekanan dan benturan fisik yang dialami ikan selama penangkapan dan penanganan­nya diatas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada tubuh ikan seperti dagingnya memar, tubuhnya luka, perutnya pecah dsb. Tekanan dan benturan fisik atas ikan harus dihindari pada tahapan-tahapan kegiatan penanganan ikan di atas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan. Prinsip cara menghindarinya antara lain :
·         Memahami tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap ikan dan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan
·         Menyiapkan peralatan dan perlengkapan handling yang cocok dengan jenis-ukuran ikan dan kondisi tempat penanganan dengan jumlah cukup. antara lain meliputi wadah dan peralatan bongkar muat ikan yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan pemindahan, pengangkutan dan penyimpanan ikan
·         Setiap saat melakukan pemindahan ikan agar selalu berusaha mencegah atau melindungi ikan dari perlakuan kasar atau tekanan fisik yang dapat melukai ikan atau membuat dagingnya memar. Oleh karena itu harus diusahakan seminimal mungkin melakukan pemindahan ikan

C. PENDINGINAN IKAN DENGAN ES
Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar/basah diperlukan penanganan dengan prinsip “rantai dingin (cold-chain)”. Lebih lanjut berdasarkan kondisi sosial ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan segar menunjukkan, bahwa penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai atau atau dicampur dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal perbandingan es minimal yang digunakan dan ikan selama penanganan adalah dijaga agar selalu satu dibanding satu.
Fakta juga menunjukkan bahwa ketersediaan es di pangkalan pendaratan ikan (PPI­Fish Landing Center /FLC) jauh dari memadai sehingga harus didatangkan dari luar untuk perbekalan nelayan maupun memenuhi kebutuhan di PPI. Dengan demikian wadah berupa peti es (es+ikan) dengan isolasi yang memadai (cool- box) menjadi faktor penentu dari efektitas dan efesiensi pemakaian es dalam menjaga mutu ikan.
Agar dapat menggunakan es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat fisik es dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara menghitung keperluan es dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam cool box. Selain itu juga diperlukan beberapa peralatan bantu minimal termometer (untuk mengukur suhu), meteran (untuk mengukur dimensi), timbangan (untuk mengukur berat).
1. Sifat fisik es
Sifat fisik es penting yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara lain adalah :
·         Panas jenis (PJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1° C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ °C/ kg es
·         Panas lebur (PL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es menjadi 1 kg air pada suhu 0°C, nilainya adalah 80 kalori / kg es
·         PJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1° C per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air
·         Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair
·         Volume jenis (VJ) es, adalah jumlah ruang yang diperlukan untuk menampung 1 kg es. Apabila berat jenis es 0.9,maka volume jenis es (dalam keadaan padat-masif) adalah 1,11 liter (dm3) per kg es. VJ dari berbagai bentuk es sebagai berikut :

Volume Jenis (VJ) dari berbagai bentuk es

Bentuk es
VJ
liter (dm3)/ kg
Serpihan (flake)
2.2
- 2.3
Potongan pipa
(tube)
1.6
- 2.0
Pecahan balok (crushed block)
1.4
- 1.5
Lempengan (plate)
1.7
- 1.8

2. Dasar perhitungan kebutuhan es.
Dalam menghitung kebutuhan es untuk kegiatan penanganan ikan, selain sifat fisik es juga harus diketahui kondisi fisik lingkungan, sifat fisik wadah (cool box), sifat fisik ikan dan lama penyimpanan, karena fakta ini diperlukan dalam menghitung jumlah panas (H) yang harus diambil oleh es yang digunakan untuk mendinginkan.
Kondisi fisik lingkungan yang harus diketahui adalah suhu air laut atau media pemeliharaan ikan (untuk memperkirakan suhu ikan yang dipanen), suhu udara, dan suhu air yang digunakan untuk penanganan.
Wadah ikan segar disini adalah meliputi palkah kapal ikan, cool box, maupun box berisolasi dari truk pengangkut ikan. Sifat fisik wadah yang perlu diketahui adalah :
·         Dimensi (untuk menghitung luas permukaan, volume dan ketebalan dinding wadah).
·         Untuk mempermudah perhitungan umumnya cukup diperhitungkan ukuran danketebalan struktur isolasinya
·         Bahan wadah dan koefisien rambat panas (K) yang dinyatakan dalam kalori/satuan luas (m2)/ satuan tebal (cm)/ °C/ jam. Untuk perkiraan beban panas penetrasi cukup memperhitungkan struktur isolasinya saja.


Sifat fisik ikan penting yang perlu diketahui untuk keperluan mendinginkannya adalah :
·         PJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan komposisi kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah = 0.85-0.90 kalori/C/kg
·         VJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan bentuknya dan komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8, oleh karena itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm3) per kg.
Lama penyimpanan perlu diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas dari luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akan diperhitungkan terhadap kebutuhan es harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap dingin.
3. Menghitung kebutuhan es
Urutan menghitung kebutuhan es (berat bukan volume) dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap = 0°C (T0) apabila suhu diluar wadah = Tl :
·         Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L
·         Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien pindah panasnya = K, maka jumlah penetrasi panas yang masuk kedalam wadah dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1-T0)xK kalori per jam.
·         Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80 kg es per jam    (1)
Menghitung kapasitas (volume) wadah dan jumlah ikan yang dapat disimpan dalam wadah:
·         Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah), dimana produk hasil perikanan segar-basah akan disimpan, misal-nya diperoleh = V1.
·         Dengan demikian jika digunakan perbandingan es : ikan = 1 : 1, maka volume ikan =0,5 V1 dengan berat = 0,5V1 / VJ ikan = 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es = 0,5V1 dengan berat = 0,5V1 / 1,11 kg            (2)
Menghitung jumlah es untuk mendinginkan (chilling) ikan dari suhunya saat ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau air tambak) menjadi 0°C (T0) dalam wadah :
·         Jumlah panas yang harus dibuang untuk mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x (T2-T0) x PJ ikan = (0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori.
·         Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan = {(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85} / 80 kg          (3)
Jumlah es yang dibutuhkan total = {(1) x jam penyimpanan} + (2) + (3) kg.
Apabila chilling telah dilakukan diluar wadah, sehingga saat ikan dimasukkan
suhunya sudah = 0°C, maka total es yang dibutuhkan untuk penyimpanan akan
berkurang menjadi = {(1) x jam penyimpanan} + (2) kg.